Minggu, 13 Januari 2013

..BUT I CARE WITH YOU



“winda, kenapa sih kalau setiap belajar selalu saja kamu lemas, giliran cerita semangatnya kayak apa saja. Apalagi ceritanya gak penting lagi, huh,” April menegur dengan nada yang tinggi.
“yaaah, aku tidak mood dengan pelajaran ini. Masa harus dipaksa sih priil?” kata Winda lemas.
“ah, itu cuman alasan kamu aja! Kamu tidak pernah serius belajar, aku jujur kecewa ama kamu winda.” Ujar April lalu pergi meninggalkan Winda.
   Winda terperangah dengan kata-kata April. Seumur hidupnya baru kali ini temannya kecewa pada dirinya. Sahabat dekatnya pula. Ada perasaan sakit di hati Winda ketika mendengarkan ucap kata dari mulu April. “priil, maafkan aku.” Ujar Winda pahit.

  Pagi yang cerah. Winda sudah bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Di sambarnya kunci motor lalu dikebutnya motor tersebut dengan kecepatan tinggi.
  Ketika sampai di sekolah, entah kenapa perut Winda sakit. Ia tidak bias menahannya lagi. Terpaksalah ia ke toilet sekolahnya. “aduh, ini kenapa perut tidak bisa diajak kompromi sihh.” Rutuknya dalam hati.
   Tak lama Winda sudah menyelesaikan hajatnya. Lalu ia pun berlari riang ke kelasnya. Seketika itu perut Winda mules lagi, tapi bunyi lonceng sudah berdentang keras tanda waktu belajar akan dimulai. Terpaksalah Winda menahannya.
   Sembari dengan langkah terseok seok, Winda pun duduk di bangkunya yang juga sebangku dengan April. Baru saja Winda mengambil buku pelajarannya, April menimpal, “dan satu hal lagi wind, aku heran mengapa setiap pelajaran awal, selalu ada aja yang sakit. Sakit tenggorokanlah, sakit kepala lah, tidak enak perasaan lah, sekarang ini sakit perut. Wind, aku tidak pernah melihat kamu serius. Gak pernah pun walau sekali. Ingat! Kita bukan anak kecil lagi,” kata kata April terpotong karena Winda buru buru menyela, “priil, aku dah berulang kali bilang sama kamu! Ini bukan kesengajaan. Kalau gak percaya yaudah. Aku mau tunjukkan apalagi Priil? Rasanya kamu seakan menuduhku yang enggak enggak.” Tak sadar mata Winda berkaca kaca. “siapa yang menuduh kamu? Argh. Tauk ah gelap!” April pun menghentakkan tangannya ke meja lalu pergi ke arah bangku temannya yang lain.
   Lama kelamaan perut Winda bukan mules lagi, tapi menusuk nusuk dan membuatnya meringis menahan rasa sakit. April gak boleh melihat Winda begitu. Winda harus tegar, menunjukkan bahwa ia memang serius belajar. Tapi rasa ssakit mengecam perutnya dan membuat badan Winda panas-dingin. Akhirnya ia tidak bisa berkonsentrasi. Ia luruh, tak kuat lagi. Di baringkannya kepala Winda di atas meja. Sedetik kemudian mata Winda pun terpejam, menahan rasa sakit.
“gimana pelajarannya? Mengerti gak apa yang dikatakan guru?” Tanya April ketika pelajaran Biologi sudah selesai.
“akuu,” kata kata Winda terpotong. “haha yaa jelaslah kamu tidak memperhatikan. Kamu malah tidur.” Tegur April.
“aku tidak tidur Priil, aku beneran sakit perut,” ujar Winda dengan sabar. Mukanya sangat pucat menampakkan bibir putih dan mata berkunang kunang.
   Namun hati April sudah gelap, “sudahlah Windd, aku tidak butuh alasan konyolmu. Mending kamu siapin lagi alasan yang lebih konyol lagi.” Tandas April.
   Lagi lagi Winda sabar. “Priil, kenapa kamu tega nuduh aku. Kamu selalu saja berburuk sangka sama aku tanpa mau tahu alasan sebenarnya. Aku jujur sakit hati,” seketika air mata Winda jatuh dengan suksesnya. “kamu tidak seperti yang dulu lagi. Maafkan aku Priil, aku bukan sahabat yang cocok untukmu.” Air mata Winda meleleh, napasnya tak teratur. Perlahan ia menyambar tasnya dan melesat keluar kelas. Winda tak sanggup lagi. Ia benar benar sakit, sakit hati. Seakan luka di hati ini berlubang.
   Sementara itu, April hanya bengong, kaget dengan perkataan Winda. Teman temannya yang lain pun memperhatikan kejadian ini hanya menatapnya dalam diam.
   Di Toilet Sekolah, Winda menyalakan keran air sambil menangis keras. Suara deras air mampu menutupi suara tangisan Winda. Ia ingin melepaskan semua sesak yang ada di hatinya. Ia hanya ingin menenangkan dirinya. Seketika serpihan bayangan mengelabui fikirannya, membayangkan semua sikap April terhadapnya. Tiba tiba air mata Winda mengalir deras. Luka ini menguras hatinya. Bayangkan, ia merasa dituduh oleh sahabatnya sendiri. Orang yang terpenting dalam hidupnya.
   Seketika itu, Winda berhenti menangis. Ia memutar kembali memori tersebut. Tiba tiba ia bangkit seraya mengepalkan kedua tangannya keatas.
“selama ini aku mengecewakanmu, aku ingin membuktikan bahwa aku tak seperti yang kau pikirkan. Aku berharap suatu saat aku bisa membanggakan kamu. Bahkan kamu tersenyum kepadaku. Akuu,, aku,, aku tidak mau kehilangan kamu teman,” ujar Winda pada dirinya sendiri.
“jadiii! Inilah saatnya aku akan membuktikan bahwa aku pasti bisa!!” Winda berkata dengan yakin. Dan ia pun memejamkan mata, menangkupkan tangannya di depan dada tanda ia men-sugesti dirinya,
“AKUU..PASTI..BISAA!!” ujar Winda sembari menekankan setiap kata.

   Bagai di beri suntikan segar, Winda belajar mati-matian demi membuktikan bahwa ia bisa seperti temannya yang lain, juga sahabatnya sendiri. Berbagai soal soal baik buku latihan maupun buku cetak ia kerjakan semua. Setiap pelajaran ia cermati dengan baik. Setiap pulang sekolah ia mengulang pelajaran-pelajaran yang ia pelajari sewaktu sekolah. Juga berbagai bimbel ia ikutin.
   Sementara itu, April yang sedari dulu melihat tingkah lakunya Winda heran luar biasa. Namun perlahan ia tersenyum,
“aku tahu apa yang kamu lakukan teman. Maafkan aku, aku tak bermaksud memarahi kamu. Tapi aku peduli dengan kamu, aku peduli dengan masa depan kamu. Asal kamu tahu, kamu adalah orang yang terpenting kedua dalam hidupku setelah orangtuaku.” Tak sadar setetes air mata April jatuh dari pelupuk matanya.
   Tak terasa waktu bergulir cepat. Hari ini adalah penerimaan rapor Sekolah. Winda bersiap-siap, hatinya berdebar keras. Inilah akhir dari hasil usaha Winda. Ia pun memejamkan mata seraya berdoa. “ya allah, moga usahaku selama ini membuahkan hasil yang memuaskan. Tapi bila hasilnya buruk, aku akan tetap bersabar dan berusaha lagi,” Winda terdiam sebentar. “hufft, kuserahkan diriku kepadamu rabb.” Ujarnya sesekali mengambil napas lalu menghelanya.

Di sekolah.
   “juara kelas khusus kelas XI EXACT ialahh … saya ulangin lagi. Juara kelas khusus kelas XI EXACT adalaaaahhh..” kata kata pak kepala sekolah terhenti, ia sengaja untuk membuatnya lebih penasaran pada muridnya. Sementara murid murid tersebut asli tegang, demikian juga Winda dan April.
“selamat untuk … Winda Puspita Sarii !!”
   Tepukan dan teriakan yang membahana membuat ruangan Aula riuh dan ramai. Semua seakan diberi kejutan. Karena murid murid lainnya mengenal Winda adalah pemalas. Dan kini Winda sekarang juara kelas. Tak terlebih Winda, Winda asli dan super kaget. Tak menyangka ialah juara kelas dari keseluruhan kelas 2 SMA EXACT 1-7 ditambah rangking 1 dari kelas XI² EXACT.
   Sementara itu, April seakan di bohongi oleh dirinya sendiri, ia sangat terperangah dan asli kaget. Perlahan April menoleh ke arah Winda. Nampak Winda menangis terharu dan sujud syukur. Selama ini April mengenal Winda sebagai anak malas, cuek dengan pelajaran, selalu terlambat dan kadang membantah guru. Tapi sekarang Winda mengalahi April, yaitu rangking 1 di kelas XI² bahkan juara kelas XI EXACT.
   Perlahan, April menitikkan airmatanya. Ia terlalu meremehkan Winda. Tapi ia bangga juga dengan sahabatnya yang “pemalas” itu. Semangat belajarnya yang sangat tinggi dan tak kenal pantang menyerah.
   Seketika April melangkah lalu berlari ke arah Winda. Kemudian ia pun memeluknya dengan erat, ia menangis sejadi-jadinya. Air matanya mengalir deras.
“Windaaa, selamat yaah!! Kamu bisa ngalahin aku ternyata. Aku sangat bangga dan bangga dengan kamu! Pertahankan terus yaa teman! Jangan sampai menurun. Maafin aku Windd, selama ini aku kasar dengan kamu, tidak peduli dengan kamu, tidak men-support kamu dan meremehkanmu. Aku benar benar jahat!” isak tangis yang berderai dari April membuat Winda menggeleng keras.
“tidak Priill, justru omonganmu yang kasar membuatku termotivasi untuk bisa menjadi seperti yang lain. Kamu salah! Kamu peduli dengan aku! Tapi aku maafin kamu kok, never mind, aku bahkan sudah lupa. Makasih yahh Priil!! Aku juga bangga menjadi sahabatmu.” Ucap Winda panjang lebar.

“nah mulai sekarang kita tidak terpisahkan lagi! Kita akan menjadi sahabat selamanya. Trus ntar kamu ajarin aku lagi yaaah, gantiaann. Okehh?” tutur April sembari melepaskan pelukannya lalu mengangkat kelingkingnya tanda mereka berjanji.
“okedeh! Siapa takuut!! We’re the best friend forever!!” Winda pun mengangkat kelingkingnya lalu menautkannya di kelingking April.
   Dan mereka berdua pun hanyut dalam kegembiraan, canda dan tawa. Inilah makna persahabatan mereka yang tidak mementingkan dirinya masing-masing.

1 kalimat dari mereka berdua,
“AKU BANGGA DENGAN KAMU!!”

0 komentar:

Posting Komentar