“winda, kenapa sih
kalau setiap belajar selalu saja kamu lemas, giliran cerita semangatnya kayak
apa saja. Apalagi ceritanya gak penting lagi, huh,” April menegur dengan nada
yang tinggi.
“yaaah, aku tidak mood
dengan pelajaran ini. Masa harus dipaksa sih priil?” kata Winda lemas.
“ah, itu cuman alasan
kamu aja! Kamu tidak pernah serius belajar, aku jujur kecewa ama kamu winda.”
Ujar April lalu pergi meninggalkan Winda.
Winda terperangah dengan kata-kata April.
Seumur hidupnya baru kali ini temannya kecewa pada dirinya. Sahabat dekatnya
pula. Ada perasaan sakit di hati Winda ketika mendengarkan ucap kata dari mulu
April. “priil, maafkan aku.” Ujar Winda pahit.
Pagi yang cerah. Winda sudah bersiap siap
untuk pergi ke sekolah. Di sambarnya kunci motor lalu dikebutnya motor tersebut
dengan kecepatan tinggi.
Ketika sampai di sekolah, entah kenapa perut
Winda sakit. Ia tidak bias menahannya lagi. Terpaksalah ia ke toilet
sekolahnya. “aduh, ini kenapa perut tidak bisa diajak kompromi sihh.” Rutuknya
dalam hati.
Tak lama Winda sudah menyelesaikan hajatnya.
Lalu ia pun berlari riang ke kelasnya. Seketika itu perut Winda mules lagi,
tapi bunyi lonceng sudah berdentang keras tanda waktu belajar akan dimulai.
Terpaksalah Winda menahannya.
Sembari dengan langkah terseok seok, Winda
pun duduk di bangkunya yang juga sebangku dengan April. Baru saja Winda
mengambil buku pelajarannya, April menimpal, “dan satu hal lagi wind, aku heran
mengapa setiap pelajaran awal, selalu ada aja yang sakit. Sakit tenggorokanlah,
sakit kepala lah, tidak enak perasaan lah, sekarang ini sakit perut. Wind, aku
tidak pernah melihat kamu serius. Gak pernah pun walau sekali. Ingat! Kita
bukan anak kecil lagi,” kata kata April terpotong karena Winda buru buru menyela,
“priil, aku dah berulang kali bilang sama kamu! Ini bukan kesengajaan. Kalau
gak percaya yaudah. Aku mau tunjukkan apalagi Priil? Rasanya kamu seakan
menuduhku yang enggak enggak.” Tak sadar mata Winda berkaca kaca. “siapa yang
menuduh kamu? Argh. Tauk ah gelap!” April pun menghentakkan tangannya ke meja
lalu pergi ke arah bangku temannya yang lain.
Lama kelamaan perut Winda bukan mules lagi,
tapi menusuk nusuk dan membuatnya meringis menahan rasa sakit. April gak boleh
melihat Winda begitu. Winda harus tegar, menunjukkan bahwa ia memang serius
belajar. Tapi rasa ssakit mengecam perutnya dan membuat badan Winda
panas-dingin. Akhirnya ia tidak bisa berkonsentrasi. Ia luruh, tak kuat lagi.
Di baringkannya kepala Winda di atas meja. Sedetik kemudian mata Winda pun
terpejam, menahan rasa sakit.
“gimana pelajarannya?
Mengerti gak apa yang dikatakan guru?” Tanya April ketika pelajaran Biologi
sudah selesai.
“akuu,” kata kata Winda
terpotong. “haha yaa jelaslah kamu tidak memperhatikan. Kamu malah tidur.” Tegur
April.
“aku tidak tidur Priil,
aku beneran sakit perut,” ujar Winda dengan sabar. Mukanya sangat pucat
menampakkan bibir putih dan mata berkunang kunang.
Namun hati April sudah gelap, “sudahlah
Windd, aku tidak butuh alasan konyolmu. Mending kamu siapin lagi alasan yang
lebih konyol lagi.” Tandas April.
Lagi lagi Winda sabar. “Priil, kenapa kamu
tega nuduh aku. Kamu selalu saja berburuk sangka sama aku tanpa mau tahu alasan
sebenarnya. Aku jujur sakit hati,” seketika air mata Winda jatuh dengan suksesnya.
“kamu tidak seperti yang dulu lagi. Maafkan aku Priil, aku bukan sahabat yang
cocok untukmu.” Air mata Winda meleleh, napasnya tak teratur. Perlahan ia
menyambar tasnya dan melesat keluar kelas. Winda tak sanggup lagi. Ia benar
benar sakit, sakit hati. Seakan luka di hati ini berlubang.
Sementara itu, April hanya bengong, kaget
dengan perkataan Winda. Teman temannya yang lain pun memperhatikan kejadian ini
hanya menatapnya dalam diam.
Di Toilet Sekolah, Winda menyalakan keran
air sambil menangis keras. Suara deras air mampu menutupi suara tangisan Winda.
Ia ingin melepaskan semua sesak yang ada di hatinya. Ia hanya ingin menenangkan
dirinya. Seketika serpihan bayangan mengelabui fikirannya, membayangkan semua
sikap April terhadapnya. Tiba tiba air mata Winda mengalir deras. Luka ini
menguras hatinya. Bayangkan, ia merasa dituduh oleh sahabatnya sendiri. Orang
yang terpenting dalam hidupnya.
Seketika itu, Winda berhenti menangis. Ia
memutar kembali memori tersebut. Tiba tiba ia bangkit seraya mengepalkan kedua
tangannya keatas.
“selama ini aku
mengecewakanmu, aku ingin membuktikan bahwa aku tak seperti yang kau pikirkan.
Aku berharap suatu saat aku bisa membanggakan kamu. Bahkan kamu tersenyum
kepadaku. Akuu,, aku,, aku tidak mau kehilangan kamu teman,” ujar Winda pada
dirinya sendiri.
“jadiii! Inilah saatnya
aku akan membuktikan bahwa aku pasti bisa!!” Winda berkata dengan yakin. Dan ia
pun memejamkan mata, menangkupkan tangannya di depan dada tanda ia men-sugesti
dirinya,
“AKUU..PASTI..BISAA!!”
ujar Winda sembari menekankan setiap kata.
Bagai di beri suntikan segar, Winda belajar
mati-matian demi membuktikan bahwa ia bisa seperti temannya yang lain, juga
sahabatnya sendiri. Berbagai soal soal baik buku latihan maupun buku cetak ia
kerjakan semua. Setiap pelajaran ia cermati dengan baik. Setiap pulang sekolah
ia mengulang pelajaran-pelajaran yang ia pelajari sewaktu sekolah. Juga
berbagai bimbel ia ikutin.
Sementara itu, April yang sedari dulu
melihat tingkah lakunya Winda heran luar biasa. Namun perlahan ia tersenyum,
“aku tahu apa yang kamu
lakukan teman. Maafkan aku, aku tak bermaksud memarahi kamu. Tapi aku peduli
dengan kamu, aku peduli dengan masa depan kamu. Asal kamu tahu, kamu adalah
orang yang terpenting kedua dalam hidupku setelah orangtuaku.” Tak sadar
setetes air mata April jatuh dari pelupuk matanya.
Tak terasa waktu bergulir cepat. Hari ini
adalah penerimaan rapor Sekolah. Winda bersiap-siap, hatinya berdebar keras.
Inilah akhir dari hasil usaha Winda. Ia pun memejamkan mata seraya berdoa. “ya
allah, moga usahaku selama ini membuahkan hasil yang memuaskan. Tapi bila
hasilnya buruk, aku akan tetap bersabar dan berusaha lagi,” Winda terdiam
sebentar. “hufft, kuserahkan diriku kepadamu rabb.” Ujarnya sesekali mengambil
napas lalu menghelanya.
Di sekolah.
“juara kelas khusus kelas XI EXACT ialahh … saya
ulangin lagi. Juara kelas khusus kelas XI EXACT adalaaaahhh..” kata kata pak
kepala sekolah terhenti, ia sengaja untuk membuatnya lebih penasaran pada
muridnya. Sementara murid murid tersebut asli tegang, demikian juga Winda dan
April.
“selamat untuk … Winda
Puspita Sarii !!”
Tepukan dan teriakan yang membahana membuat
ruangan Aula riuh dan ramai. Semua seakan diberi kejutan. Karena murid murid
lainnya mengenal Winda adalah pemalas. Dan kini Winda sekarang juara kelas. Tak
terlebih Winda, Winda asli dan super kaget. Tak menyangka ialah juara kelas
dari keseluruhan kelas 2 SMA EXACT 1-7 ditambah rangking 1 dari kelas XI² EXACT.
Sementara itu, April seakan di bohongi oleh
dirinya sendiri, ia sangat terperangah dan asli kaget. Perlahan April menoleh ke
arah Winda. Nampak Winda menangis terharu dan sujud syukur. Selama ini April
mengenal Winda sebagai anak malas, cuek dengan pelajaran, selalu terlambat dan
kadang membantah guru. Tapi sekarang Winda mengalahi April, yaitu rangking 1 di
kelas XI² bahkan juara kelas XI
EXACT.
Perlahan, April menitikkan airmatanya. Ia
terlalu meremehkan Winda. Tapi ia bangga juga dengan sahabatnya yang “pemalas”
itu. Semangat belajarnya yang sangat tinggi dan tak kenal pantang menyerah.
Seketika April melangkah lalu berlari ke arah
Winda. Kemudian ia pun memeluknya dengan erat, ia menangis sejadi-jadinya. Air
matanya mengalir deras.
“Windaaa, selamat
yaah!! Kamu bisa ngalahin aku ternyata. Aku sangat bangga dan bangga dengan
kamu! Pertahankan terus yaa teman! Jangan sampai menurun. Maafin aku Windd,
selama ini aku kasar dengan kamu, tidak peduli dengan kamu, tidak men-support
kamu dan meremehkanmu. Aku benar benar jahat!” isak tangis yang berderai dari
April membuat Winda menggeleng keras.
“tidak Priill, justru
omonganmu yang kasar membuatku termotivasi untuk bisa menjadi seperti yang
lain. Kamu salah! Kamu peduli dengan aku! Tapi aku maafin kamu kok, never mind,
aku bahkan sudah lupa. Makasih yahh Priil!! Aku juga bangga menjadi sahabatmu.”
Ucap Winda panjang lebar.
“nah mulai sekarang
kita tidak terpisahkan lagi! Kita akan menjadi sahabat selamanya. Trus ntar
kamu ajarin aku lagi yaaah, gantiaann. Okehh?” tutur April sembari melepaskan
pelukannya lalu mengangkat kelingkingnya tanda mereka berjanji.
“okedeh! Siapa takuut!!
We’re the best friend forever!!” Winda pun mengangkat kelingkingnya lalu
menautkannya di kelingking April.
Dan mereka berdua pun hanyut dalam
kegembiraan, canda dan tawa. Inilah makna persahabatan mereka yang tidak
mementingkan dirinya masing-masing.
1 kalimat dari mereka
berdua,
“AKU BANGGA DENGAN
KAMU!!”