Rabu, 10 April 2013

AKULAH BUNGA YANG PENUH LUKA!

“tolong dok, selamatkan Frischa. Apapun cara dokter, yang penting selamatkan dia.” Pintanya dengan nada memohon. Cowok berambut spike tersebut sangat khawatir. Sebut saja Dylan. 

Lalu dokter itu pun mengangguk sembari menutup pintu ruang UGD.

Tak sadar air mata Dylan menetes, perlahan ia menoleh ke Anna yang sedari tadi diam. Suaranya bergetar, “apa yang terjadi dengan kamu dan Frisc?”

“aku,” Anna sedikit terkejut dengan gaya bicara Dylan. “aku gak tahu, saat kita nyebrang sama-sama, tiba-tiba mobil dari arah berlawanan melaju cepat lalu Frisc mendorong aku, dan semuanya terjadi begitu cepat, dia,”

“dan dia tertabrak mobil karena menyelamatkan kamu?” ujar Dylan memotong pembicaraan Anna. Ia memejamkan mata. Perlahan ia menghembuskan napasnya dengan kasar. 

Ketika membuka matanya, dengan cepat Dylan mencengkeram bahu Anna. Menatapnya tepat di manik matanya. “Ann, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran kamu. tapi aku ingin Tanya satu hal, kenapa kamu selalu aja mencelakakan Frisc? Dia tidak salah apa-apa sama kamu, dia baik banget sama kamu. Dan kamu adalah sahabat terbaik aku. Asal kamu tahu yah, aku sangat sayang ama Frisc, sangat sayang” Di akhir kalimat, perlahan suara Dylan mengecil, seakan tak sanggup untuk berbicara.

‘aku juga cinta banget sama kamu, Lan!’ batin Anna dalam hati.

Kalimat Dylan mampu membuat hati Anna merasa tertohok. “Lan, aku sudah bilang beberapa kali sama kamu. Sumpah! Swear! Aku tidak ada maksud apa-apa untuk mencelakakan Frisc. Aku juga tidak benci sama dia. Dan maafkan aku, aku juga tidak tahu kalau begini jadinya. Lagian ini bukan murni kesalahanku.” Ucap Anna terisak-isak. Hatinya sangat teriris melihat raut wajah sahabatnya yang menampakkan aura kebencian. Wajah yang tak seperti dulu lagi semenjak Frischa muncul.

“maaf? Segampang itu yah?” ucap Dylan sinis. “dan apa kamu bilang? Bukan murni kesalahanmu? Itu murni kesalahanmu, Ann!! Basi! Sudahlah, aku sudah tidak percaya lagi sama kamu. Aku merasa dibohongin sama kamu terus, dan hatiku sakit Ann, sakit!” Dylan menunjuk dadanya dengan keras.

‘aku yang lebih sakit Lan!’ lagi-lagi Anna berteriak di dalam hatinya.

“kalau sampai Frischa terjadi yang tidak-tidak, mulai sekarang persahabatan kita sampai di sini saja, sudah tidak ada artinya lagi.” Gertak Dylan sembari meninggalkan Anna.

Anna terperangah. Menatap punggung Dylan dengan nanar. Apa yang dia katakan? Pikirnya. Luka yang ia balut kembali terbuka kasar di hatinya. Mengucur bagaikan aliran sungai yang deras. Anna terduduk, memejamkan matanya, menahan pilu yang seakan menerjangnya berulangkali. Perlahan ia memegang dadanya yang entah berapa kali sudah sakit. Ia menghimpitnya, berharap rasa sakit itu tidak keluar. Air matanya tak kunjung berhenti. Ia menangis bersama luka yang dipeliharanya.

“ternyata memang benar, kamu lebih mengkhawatirkan Frisc dibanding aku. Padahal aku sahabat kamu Lan! Sahabat kecil kamu! Kamu tidak pernah sedikitpun khawatir dengan aku. Dan kamu tidak sedikitpun memikirkan perasaan aku bahwa aku cinta banget sama kamu!” teriak Anna dalam hati.

Tiba-tiba Anna mengeluarkan notes-nya yang selalu dibawa kemana-mana. Menatap kata-kata yang ditulisnya.

'Dylan! Aku bagaikan bunga dan kamu bagaikan lebah. Lebah yang selalu mengisi cairan-cairan beracun hingga bunga itu rusak! Bunga itu tidak berkembang! Bunga itu tidak cantik lagi! Dan bunga itu penuh luka!'

“aku juga sakit!”

ICHIBAN NO TAKAROMONO



Setiap kali kita bertemu, kita hanya akan bertengkar..
Meski demikian, itu adalah kenangan yang indah..

Kamu mengajarkanku hal ini, dan aku takkan takut lagi..
Meski pun begitu sulit, aku pasti dapat menggapai kebahagiaan, untuk itu..

Meski sendiri, aku akan tetap maju meski pun jika itu menyakitkan..
Aku pasti akan membawa mimpi yang aku lihat bersamamu..
Bersama denganmu begitu luar biasa, hanya denganmu dan bukan siapa pun..
Namun ketika aku bangun di pagi hari, kamu sudah tak ada di sana..

Aku merasa kita baru saja bersenang-senang..
Aku mengerti jika aku hanya merasa seperti itu..
Aku tidak lagi menyesal karena telah terlahir..
Seperti perasaan setelah festival, rasanya kesepian namun kini saatnya untuk pergi..

Aku akan pergi ke mana pun dengan hal yang telah aku pelajari di sini..
Akan ku tunjukkan bahwa impian yang disebut kebahagiaan dapat menjadi nyata..
Meski pun kita berpisah, seberapa jauh pun kita berpisah nantinya..
Aku akan hidup pada pagi yang baru..

Meski sendirian, aku akan tetap maju meski pun jika aku ingin mati..
Namun aku mendengar suaramu mengatakan padaku untuk tidak mati..
Meski pun menyakitkan, meski pun jika aku menangis dalam kesendirian..
Jauh di dalam hatiku, aku merasakan kehangatanmu..

Berubah dan terus bergulir, waktu itu sementara..
Apa yang terjadi setelah itu? Aku tidak ingat..
Namun ketika aku mencoba menutup mata, aku dapat mendengar suara tertawa seseorang..
Bagaimana pun, kini hal itu telah menjadi kenangan yang paling berharga bagiku..


OST ANGEL BEATS  -  Ichiban No Takaramono

Secret Base~ T,T


Secret Base ~kimi ga kureta mono~


Kimi to natsu no owari (musim panas bersamamu berakhir)
Shourai no yume ooki na kibou wasurenai (aku tak dapat melupakan mimpi masa depan dan harapan yang besar)
Juunengo no hachigatsu mata deaeru no wo shinjite (aku percaya kita dapat bertemu lagi pada bulan agustus sepuluh tahun mendatang)
Saikou no omoide wo (kenangan-kenangan terbaik)

Deai wa futto shita shunkan (saat dulu kita bertemu dalam waktu yang singkat)
Kaerimichi ni kousaten de (di perempatan lampu merah menuju jalan pulangku)
koe wo kakete kureta ne “issho ni kaerou” (kau berbicara padaku “mari kita pulang bersama”)
boku wa terekusasou ni (ketika aku tersipu)
kaban de kao wo kakushinagara (aku menyembunyikan wajahku dengan tasku)
hontou wa totemo totemo ureshikatta yo (sebenarnya, aku sungguh-sungguh bahagia)

Ah, hanabi ga yozora kirei nii saite (Ah, kembang api yang mekar dengan indah di langit malam)
chotto setsunaku (sedikit memilukan)
Ah, kaze ga jikan to tomo ni nagareru (Ah, angin dan waktu yang mengalir bersama)
ureshikutte tanoshikutte (aku begitu bahagia dan begit u menyenangkan)
bouken mo iroiro shita ne (kita telah melakukan berbagai macam petualangan)
futari no himitsu no kichi no naka (di dalam pangkalan rahasia kita berdua)

Kimi to natsu no owari (musim panas bersamamu berakhir)
Shourai no yume ooki na kibou wasurenai (aku tak dapat melupakan mimpi masa depan dan harapa yang besar)
Juunengo no hachigatsu mata deaeru no wo shinjite (aku percaya kita dapat bertemu lagi pada bulan agustus sepuluh tahun mendatang)
Kimi ga saigo made kokoro kara “arigatou” (hingga terakhir pun kau berterima kasih dari hatimu)
Sakendeita koto shitteita yo (aku mengetahui teriakkanmu itu)
Namida wo koraete egao de sayounara setsunai yo ne (menahan airmataku dan sambil tersenyum mengucapkan perpisahan begitu menyakitkan)
Saikou no omoide wo (kenangan-kenangan terbaik)

Ah, natsuyasumi wo ato ga sukoshi de owachau kara (Ah, liburan musim panas akan sebentar lagi berakhir)
Ah, Taiyou to tsuki nakayokushite (Ah, Matahari dan Bulan berdamai)
Kanashikutte sabishikutte (begitu menyedihkan dan sangat kesepian)
Kenka mo iroiro shita ne (kita telah berkelahi macam-macam)
futari no himitsu no kichi no naka (di dalam pangkalan rahasia kita berdua)

Kimi ga saigo made kokoro kara “arigatou” (hingga terakhir pun kau berterima kasih dari hatimu)
Sakendeita koto shitteita yo (aku mengetahui teriakkanmu itu)
Namida wo koraete egao de sayounara setsunai yo ne (menahan airmataku dan sambil tersenyum mengucapkan perpisahan begitu menyakitkan)
Saikou no omoide wo (kenangan-kenangan terbaik)

Totsuzen no tenkou de (tiba-tiba kau pindah sekolah)
Dou shiyou mo naku (tak dapat berbuat apapun)
Tegami kaku yo denwa mo suru yo (aku akan menulis surat, aku juga akan menelfonmu)
Wasurenaide ne boku no koto wo (jangan lupakan tentang diriku)
Itsu made mo futari no kichi no naka (selamanya di dalam pangkalan rahasia kita)

Kimi to natsu no owari zutto hanashite (musim panas bersamamu akan berakhir, aku terus berbicara)
Yuuhi wo mite kara hoshi wo nagame (melihat matahari yang tenggelam dan menatap bintang)
Kimi no hoho wo nagareta namida wa zutto wasurenai (aku terus tak dapat melupakan air mata yang mengalir di pipimu)
Kimi ga saigo made ookiku te wo futtekureta koto (hingga saat terakhir kau melambaikan tanganmu)
Kitto wasurenai (pasti takkan kulupakan)
Dakara koushite yume no naka de zutto eien ni... (maka dari itu, teruslah berada di keabadian di dalam mimpi)

Kimi to natsu no owari (musim panas bersamamu berakhir)
Shourai no yume ooki na kibou wasurenai (aku tak dapat melupakan mimpi masa depan dan harapa yang besar)
Juunengo no hachigatsu mata deaeru no wo shinjite (aku percaya kita dapat bertemu lagi pada bulan agustus sepuluh tahun mendatang)
Kimi ga saigo made kokoro kara “arigatou” (hingga terakhir pun kau berterima kasih dari hatimu)
Sakendeita koto shitteita yo (aku mengetahui teriakkanmu itu)
Namida wo koraete egao de sayounara setsunai yo ne (menahan airmataku dan sambil tersenyum mengucapkan perpisahan begitu menyakitkan)
Saikou no omoide wo (kenangan-kenangan terbaik)

Saikou no omoide wo (kenangan-kenangan terbaik)

Jumat, 05 April 2013

Gue Make Jilbab? NO WAY! Part 2 : Bagaikan Burung yang Kehilangan sayapnya

Kondisi yang semakin parah membuat Reva segera mengunjungi dokter langganannya untuk memeriksa apa yang ia alami malam itu.
"gue ngerasa parau akibat terlalu banyak bernyanyi dok. Apa yang terjadi pada diriku dok. Gue sakit apa?" ucap Reva cemas.
"tenang mbak Reva, jangan cemas dulu. saya akan memeriksa bagian bawah lehernya," Dokter kemudian melakukan pemeriksaannya. Menyuruh Reva mengangkat mulutnya, kemudian memeriksa dan mengelus bagian leher Reva. "jangan khawatir mbak Reva, ini hanya amandel biasa. Saya tidak perlu memberimu obat,  cukup mbak Reva mengurangi minuman-minuman es." tutur Dokter tersebut sembari tersenyum sumringah.
Mendengar hal itu, Reva pun lega, ia menghela napas panjang dan tak lupa pula tersenyum.
"terimakasih dok."
"sama-sama."
***
Keesokan harinya, Reva bangun cepat dari biasanya, karena tiba-tiba saja ia merasakan pembengkakan di tenggorokannya. Saat menyadari itu, ia segera menghubungi dokter langganannya.
"tolong, segeralah datang ke rumahku dok!"

"saya tidak menyembunyikan kekhawatiran saya. Saya memang melihat adanya pembengkakan yang agak asing," ujar sang dokter.
"apakah itu amandelku?" tanya Reva yang lagi-lagi cemas
"sama sekali bukan mbak! ia berada di bawah kedua amandel," jawab dokter
"apa maksudnya dok?! gue khawatir banget dok." saking khawatirnya, tak sadar suara Reva meninggi. ia sangat ketakutan. keringat dingin menjalari sekujur tubuhnya. lututnya pun bergetar.
"saya tidak tahu persis sampai sekarang mbak. Namun kita harus melakukan pemeriksaan laboratorium. Tenang mbak, semuanya akan baik-baik saja."
 Setelah melakukan pemeriksaan yang lengkap, dokter berkata, "tenanglah mbak, ini hanyalah lapisan gondok yang membesar karena kekurangan yodium dalam tubuh mbak Reva. Karena itu, kami akan memberikan beberapa kombinasi obat yang mengandung yodium untuk mbak Reva. Dalam waktu seminggu, mbak Reva akan kembali sehat seperti semula." jelas sang dokter panjang lebar.
Lagi-lagi perasaan lega meliputi raga Reva, ia sangat berterima kasih pada dokter tersebut.
"kalau begitu, gue harus kembali dok, soalnya gue harus menghadiri beberapa pesta dan perhelatan."
"tidak apa-apa, yang penting mbak Reva tidak kembali menyanyi hingga kesehatan mbak benar-benar pulih." ujar dokter.
"baik dok, gue mengerti."

Reva pun kembali melakukan rutinitasnya sehari-hari. Namun ia merasa tidak enak tampil di depan umum dan media dalam keadaan sakit. Reva akhirnya memutuskan untuk tinggal di salah satu hotel mewah hingga sembuh dari sakitnya. Tetapi ternyata masalahnya bertambah parah dan benar-benar di luar dugaan. Penyakit itu justru semakin parah, dan ia harus segera dilarikan di rumah sakit.Teman-teman dan fansnya pun berdatangan menjenguknya. Sampai-sampai ruang kamarnya penuh sesak dengan karangan bunga.

"dimana orangtua anda ?" tanya dokter senior
"ayah dan ibuku telah meninggal dunia, dan gue tidak punya saudara atau kerabat selain seorang sepupu yang kini tinggal di Jeddah. Tapi kami sudah lama tidak berhubungan. Kami selalu berbeda, karena ia terlalu ekstrim dan radikal dalam beragama." ucap Reva pahit.
 "anda ingin mengetahui yang sebenarnya?" ucap dokter tersebut setelah ia terdiam cukup lama.
Reva menelan ludah dengan susah payah, "iya, yang sebenarnya dok,"
"begini," dokter membenarkan posisi duduknya lalu menatap Reva dengan lekat. "anda harus siap dengan apapun yang terjadi menimpa anda,"
"..." Reva diam, namun di dalam hatinya ada gejolak api yang membara saking takutnya.
"anda mengidap penyakit kanker ganas di bagian tenggorokan, dan cepat atau lambat, kanker itu akan menyebar luas ke seluruh tubuh anda."
"d-dok!!! Anda serius? anda lagi bercanda kan? tidaak! tidak mungkin!" teriak Reva
"ini serius mbak Reva, dan saya menyarankan, anda lebih baik berhenti menyanyi. karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar secara cepat."
"tidaak! tidak bisa dok! suaraku adalah modal dan kekayaan utamaku dalam hidup ini. Gue tidak bisa berhenti bernyanyi dok!" tak sadar Reva mengeluarkan airmatanya. Ia pun menangis bersahut-sahutan. Ia bagaikan debu yang diterbangkan oleh angin dan langsung hilang. Seketika dunia di sekitarnya menjadi kecil dan gelap.
"mama, papa, aku ingin menyusulmu sekarang juga. Aku tak sanggup." ucap Reva lirih.

TO BE CONTINUED

dikutip dari buku chicken soup for moslem.

Senin, 01 April 2013

GUE MAKE JILBAB? NO WAY! Chapter 1 : Jangan Atur-atur Hidup Gue


Gue Make Jilbab ? NO WAY!! Chapter 1 : jangan atur-atur hidup gue!
  “loe kenapa sih? Ini kan hidup gue! Ngapain loe atur-atur hidup gue. Mending loe atur hidup loe yang gak jelas itu! Camkan kata-kata gue, seumur hidup dari gue lahir ampe gue mati gue gak akan make jilbab! Iw, nggak banget deh.” Jawab Reva kasar. Sejenak Fatimah sepupu Reva hanya bisa mengelus dada dan berigstighfar sebanyak mungkin. Fatimah sangat tahu, Reva memang anti dalam berjilbab tapi ia tidak menyerah untuk mengajak kebaikan, mengingat status Reva sebagai penyanyi terkenal, artinya kehidupan Reva sangat jauh dari akhirat.
“astaghfirullah, Reva! Kamu sekarang benar-benar berubah! Semenjak kamu jadi artis, Kamu tidak pernah menjalankan shalat. Ingat Rev, kita disini hanya sementara. Apa susahnya sih make jilbab, lagian banyak juga kok artis make jilbab.” Jelas Fatimah panjang lebar.
  “loe kira make jilbab itu enak? Panas tau! Belum lagi kalo gue manggung, jadinya gak konsen. Ntar fans gue pada nggak suka lagi, ntar gue jadi jelek dan kampungan,” cibir Reva. “lagian jilbab punya loe, gada gayanya. Gada modelnya. Cih!” lanjutnya sembari memegang kasar kerudung Fatimah yang sangat panjang itu. Fatimah pun tak tahu harus merespon apalagi, ia capek meladeni sepupunya. Sebenarnya Fatimah juga ingin Reva berhenti saja menjadi penyanyi, namun apalah daya, menyuruh Reva memakai jilbab saja susah apalagi menyuruh Reva berhenti dari rutinitas haram itu.
***
  Jam telah menunjukkan pukul 02:30 dini hari. Saat ini Reva dan artis-artis lainnya sedang berada dalam sebuah panggung yang riuh. Mereka hanyut dalam hingar-bingarnya.
“inilah sang penyanyi suara emas kita!! REVA NATASYA!!” dalam sekejap para penonton hysteria, memanggil-manggil nama penyanyi yang sangat dielukan itu, tepuk tangan pun tak henti-hentinya membahana seakan mengalahkan suara MC panggung tersebut.
  “mana obatnya yah?” Reva pun mengaduk-aduk isi tasnya. Raut mukanya menegaskan bahwa ia dalam keadaan bingung. Saat itu Reva sudah menyanyi dan kini berada di belakang panggung.
“ah, ini dia.” Reva pun bernapas lega ketika menemukan obat khusus yang memang hanya dikonsumsi oleh selebriti.
“tenggorokanku kenapa yah? kayak ada sesuatu yang mengganjal gitu.” Batin Reva dalam hati.  “ah, mungkin ini mandel biasa kali.” Reva pun mencoba berpikir positif. Perlahan ia tersenyum tipis seakan tak terjadi apa-apa. Namun jauh di lubuk hatinya, ia masih khawatir. Entahlah.


TEASER Gue Make Jilbab? NO WAY! Part 2 : Bagaikan Burung yang Kehilangan Sayapnya
Kondisi yang semakin parah membuat Reva akhirnya pergi ke dokter langganannya.
"gue sakit apa dok?" ucap Reva cemas.
Dokter pun bingung mau menjawab apa, tercetak jelas dahi sang dokter berkerut. "ini bukan amandel, tetapi,"
sesaat tubuh Reva menegang, ia menutup telinganya, ia tidak mau mendengar sesuatu yang buruk menimpa pada dirinya. Ia takut.